
-->
Teheran — Iran telah menempatkan militernya dalam siaga tinggi dan memperingatkan negara-negara tetangganya yang menjadi tuan rumah pangkalan militer Amerika Serikat (AS) untuk tidak mendukung potensi serangan dari Washington. Informasi ini dilaporkan oleh Reuters, Minggu (6/4/2025), mengutip seorang pejabat yang mengetahui situasi tersebut.
Langkah ini disebut-sebut sebagai respons terhadap surat Presiden AS Donald Trump kepada Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei. Dalam surat tersebut, Trump mendesak dilakukannya pembicaraan langsung guna menghentikan program nuklir Iran. Presiden AS itu juga mengancam akan melancarkan kampanye pengeboman apabila tidak tercapai kesepakatan baru.
Iran, yang membantah tudingan tengah mengembangkan senjata nuklir, menolak permintaan tersebut. Menteri Luar Negeri Abbas Araghchi menyebut proposal itu "tidak berarti" dan mempertanyakan ketulusan Trump.
“Jika Anda menginginkan negosiasi, lalu apa gunanya mengancam?” ujar Araghchi seperti dikutip dari RT.
Menurut laporan Reuters, Iran telah mengirimkan pemberitahuan resmi kepada Irak, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Turki, dan Bahrain. Dalam pemberitahuan tersebut, Teheran memperingatkan bahwa mengizinkan pasukan AS menggunakan wilayah udara atau wilayah darat negara-negara itu akan dianggap sebagai tindakan permusuhan.
“Tindakan seperti itu akan memiliki konsekuensi serius bagi mereka,” ujar seorang pejabat yang enggan disebutkan namanya.
Pejabat tersebut juga menyebutkan bahwa Ayatollah Khamenei telah memerintahkan seluruh angkatan bersenjata Iran untuk berada dalam kondisi siaga tinggi.
Sebagai latar belakang, pada tahun 2015 Iran menandatangani perjanjian nuklir yang didukung PBB, yang bertujuan membatasi aktivitas nuklirnya dengan imbalan pencabutan sanksi. Namun, pada 2017, Presiden Trump secara sepihak menarik AS dari kesepakatan tersebut dan kembali memberlakukan sanksi sebagai bagian dari kampanye “tekanan maksimum” terhadap Teheran. Sebagai tanggapan, Iran secara bertahap mengurangi kepatuhannya terhadap perjanjian itu.
Reuters juga melaporkan bahwa Iran tetap terbuka terhadap perundingan tidak langsung melalui Oman. “Perundingan tidak langsung menawarkan kesempatan untuk mengevaluasi keseriusan Washington terhadap solusi politik,” kata pejabat Iran tersebut. Ia menambahkan, perundingan dapat segera dimulai jika terdapat sinyal positif dari AS, meskipun prosesnya bisa saja menemui kendala.
Dalam pernyataannya pada Minggu (6/4), Araghchi menegaskan bahwa Iran hanya menginginkan perundingan yang berlangsung dengan prinsip kesetaraan. Ia menuding AS sebagai pihak yang "terus-menerus mengancam menggunakan kekerasan yang melanggar Piagam PBB" serta menyampaikan posisi yang saling bertentangan antar pejabatnya.
Sementara itu, pada Sabtu (5/4), Panglima Tertinggi Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), Mayor Jenderal Hossein Salami, menyatakan bahwa Iran “siap untuk perang dalam bentuk apa pun.” Pemerintah Rusia sebelumnya juga mengecam ancaman AS terhadap Iran dan menyerukan semua pihak untuk menahan diri.